Cara Kerja Permainan Tebak Skor Pada Taruhan Bola Part 2

Ibarat sepasang sepatu, sepak bola dan taruhan tak dapat dipisahkan satu sama lain. Fenomena ini memang benar terjadi dalam sepak bola yang mempunyai fans fanatik di seluruh dunia.

Apalagi, jika tim favorit tengah membawa nama baik klubnya saat bertanding di lapangan hijau. Sudah pasti para fans mereka menjagokannya.

Faktanya memang, sebagai olahraga terpopuler di dunia yakni sepak bola menjadi salah satu ajang taruhan. Sampai-sampai pertandingannya disusupi oleh praktik match-fixing atau pengaturan skor pertandingan oleh Bandar judi.

Banyak orang awam pun tak benar-benar mengetahui bagaimana match-fixing benar-benar bekerja dalam sebuah pertandingan sepak bola. 

Bagaimana bisa, tim sepak bola besar bisa diatur perolehan skornya ketika sedang bertanding melawan “musuhnya” di lapangan hijau ?

Pertanyaan seputar pengaturan skor itulah yang akan coba Bonanza88 bahas pada artikel satu ini. Simak sampai habis tulisan kami ya.

Pelaku Langsung Match-Fixing

Menurut Declan Hill yakni seorang jurnalis dan akademisi yang mana mengkhususkan diri kepada kasus match-fixing pada umumnya, pelaku utama match-fixing bisa dilakukan oleh wasit, pemain, hingga administrator tim kesebelasan semisal manajer, presiden kesebelasan, pelatih dan lain sebagainya. 

Lebih lanjut kata Hill, untuk tingkat kesuksesan pengaturan sebuah pertandingan rata-rata menjadi besar apabila seseorang menyogok administrator kesebelasan dengan kesuksesan mencapai 90,5% ketimbang pada pemain sebsar 83,1% atau wasit sebesar 77,8%.

Lantas, kenapa administrator kesebelasan dapat lebih besar kemungkinan suksesnya ? Padahal jika dilihat lagi jika wasit dan pemain yakni mereka yang berada langsung dalam lapangan. Dimana, dapat memengaruhi hasil skor secara langsung.

Diketahui, semakin banyak orang yang terlibat dalam sebuah “permainan”, maka akan semakin tinggi pula kemungkinan suksesnya. 

Apabila seseorang dapat memengaruhi administrator kesebelasan, berarti mereka dapat juga memengaruhi satu kesebelasan juga secara keseluruhan alih-alih menjadi perorangan semisal pemain atau wasit.

Dengan kata lain, baik pemain, wasit, ataupun administrator kesebelasan merupakan “pemain” yang memang diajak “bermain” tetapi juga yang dibayar untuk kalah. 

Berdasarkan jalur normal, terdapat yang menyogok atau menyuruh mereka dalam mengatur pertandingan, yaitu seorang “koruptor”.

Artinya, terdapat azas kepercayaan yang tak dapat sembarangan terbangun. Oleh karena itu, bila koruptor meminta pemain atau wasit untuk terlibat, maka hal tersebut biasanya cuma bersifat sementara.

Namun bila koruptor yang membangun sebuah kepercayaan kepada administrator kesebelasan dapat lebih langgeng, itu lantaran mereka bakal masuk dalam sistem yang tak dipengaruhi oleh perpindahan pemain atau pergantian wasit lainnya.

Maka sudah jelas apabila tanpa adanya azas kepercayaan tersebut, koruptor tak akan mempunyai kekuatan serta kepastian.

Pelaku Tidak Langsung Match-Fixing

Dalam pelaku tidak langsung ini, bisa dikatakan koruptor tak dapat seenaknya terlibat secara langsung. Oleh karena itu, mereka butuh akses untuk dapat mengajak pihak wasit, pemain, atau administrator “bermain”. 

Mereka dapat saja melakukan pendekatan langsung secara lansgung. Namun, masalahnya kebanyakan dari mereka merupakan berasal dari pihak luar.

Apabila mereka memutuskan melakukan pendekatan secara langsung, maka mereka harus cerdas dalam melakukan pendekatannya. Misalnya saja, berusaha satu hotel atau bisa satu koridor dengan calon “pemain”. 

Dalam praktik langsung, mereka dapat memakai pelacur. Sementara secara tak langsung, mereka dapat berpura-pura sebagai seorang jurnalis yang ingin melakukan sebuah wawancara.

Namun, untuk pendekatan langsung ini, risikonya bakal lebih besar bagi koruptor. Oleh karena itu, mereka biasa menggunakan jasa perantara yang biasa disebut dengan istilah runner atau agen. 

Hal inilah yang  dapat membuat koruptor terlindungi dari berbagai deteksi lantaran proses transaksinya mengandung banyak layer atau sekat.

Peran runner atau agen ini juga bertindak sebagai seorang penjamin atau pemberi garansi alias guarantor. Akan tetapi, terdapat juga yang tak dapat bertindak sebagai seorang penjamin. 

Dapat menjadi penjamin atau tidak,  maka runner tetap mempunyai kekuatan utama kepada akses. Mereka bahkan mengetahui siapa saja “pemain” yang dapat didekati serta siapa yang sebaiknya dihindari dan berpotensi bisa mengadu kepada pihak berwajib.

Dalam praktik secara global, peran runner tersebut ideal diambil oleh mantan pemain. Mantan pemain yakni mereka yang sudah sangat tahu situasi dan kondisi lapangan. 

Runner jenis ini sangat dapat menghadirkan sebuah jaringan “permainan” paling efisien serta menjanjikan.

Meski demikian, posisi runner juga terkadang bukan orang yang selalu mengetahui segalanya persis kondisi di lapangan.

Oleh karena itu, dirinya juga membutuhkan seorang “pegangan” lainnya, yang mana dapat membuat sebuah jalur match-fixing lebih berlapis lagi. 

Ini lantaran, runner merupakan orang yang mengetahui percis siapa yang paling dapat “dipegang”, baik pihak yang dapat “dipegang” itu biasa disebut dengan istilah project manager.

Di sini, peran Project manager merupakan pihak yang mempunyai pengaruh langsung kepada para “pemain”. 

Project manager biasanya diperankan oleh para pemain berpengaruh, pelatih, pemilik kesebelasan, pejabat kesebelasan, hingga pejabat federasi.

Dengan alur seperti ini, meski panjang serta berlapis-lapis, namun dapat membuat sebuah jaringan yang kuat serta sangat sulit terdeteksi. 

Mereka yang hanya biasanya mudah ditangkap juga merupakan berasal dari layer runner ke bawah hingga sampai para “pemain”. Sementara itu, koruptor serta orang-orang atas lebih sulit tercium pihak berwajib.

Penulis : Baims

D:\BAIMS FILE\BARU\OKTOBER\18\taruhan 2.PNG

Leave a comment